LATAR BELAKANG TOKOH

Saturday, March 27, 2010

PETA JAWA TENGAH

Budi Darma merupakan salah seorang penulis Indonesia. Beliau dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada 25 April 1937. Beliau pernah mendapat pendidikan di Kudus, Salatiga dan Sekolah Menengah Atas Semarang.

Kemudian, beliau mengikuti pengajian sastera barat di Fakulti Sastera dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada serta menamatkan pengajian pada tahun 1963. Beliau mendapat biasiswa daripada East West Centre di Universitas Hawai, Honolulu Amerika Syarikat selama dua tahun bermula 1970 sehingga 1971. Pada tahun 1976, beliau memperoleh gelaran Master of Arts in English Literature daripada Universiti Indiana, Bloomington, Amerika Syarikat dan seterusnya menyambung pengajian ke peringkat Ijazah Doktor Falsafah di universiti yang sama pada tahun 1980. Judul disertasi Ijazah Doktor Falsafah bertajuk Character and Moral Jugment in Jane Austin’s Novel.

Di samping itu juga, menerusi kerangka kerjasama Majlis Sastera Asia Tenggara(MASTERA) , beliau dilantik untuk menjadi fasilitator dalam wadah Program Penulisan Mastera iaitu tahun 1998 sehingga 1999 bagi melahirkan cerpenis muda yang berbakat sama ada daripada Brunei Darussalam, Indonesia dan juga Malaysia. Kedudukannya yang utuh sebagai pengarang cerpen menyebabkan hasil karyanya dijadikan sebagai bahan seminar, penelitian ataupun sumber rujukan.

Beliau juga pernah memegang jawatan sebagai Dekan Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (1963-1966 dan 1970-1974) di Universitas Negeri Surabaya. Malahan, beliau pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Surabaya dan Rektor IKIP Surabaya pada tahun 1984 sehingga 1988. Pada tahun 1980, beliau telah dilantik visiting associate research di Universitas Indiana. Selain itu, kini beliau masih lagi berkhidmat sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Surabaya.



PUTU WIJAYA

Wahyudi Siswanto mengulas kenyataan (Teeuw, 1989) yang mengatakan bahawa Budi Darma merupakan salah seorang tokoh prosa Indonesia Angkatan 1970-an. Selain itu juga, beliau turut dikenali sebagai seorang pengarang yang revolusioner pada waktu itu terutama dalam aspek prosa fiksi. Budi Darma, Danarto, Putu Wijaya dan Iwan Simantupang dapat diklasifikasikan sebagai pengarang yang paling menghasilkan pembaharuan khususnya dalam teknik fiksi dan juga isinya.


IWAN SIMANTUPANG

Di samping itu, Budi Darma juga dikenali sebagai seorang penulis yang fleksibel kerana keupayaannya sebagai tokoh cerpenis, novelis dan juga pemikir. Tambahan pula, hasil karya sastera yang dinukilkan oleh beliau mempunyai pemikiran tersendiri selari dengan matlamat untuk melahirkan pembaca yang kritis. Beliau turut berjinak-jinak dengan karya sastera terutama puisi sejak berada di bangku sekolah lagi dan mengambil inisiatif untuk menghantar puisi tersebut dalam majalah Budaja (Yogyakarta). Hasil tulisan beliau turut tersebar dalam pelbagai majalah iaitu Horison, Basis, Budaja, Contact, Gama, Gadjah Mada, Gema Mahasiswa, Indonesia, Roman, Tjerita, Forum, Matra dan Gelora. Malahan itu, hasil penanya juga tersebar dalam akhbar Kompas, Minggu Pagi dan Jawa Pos. Selain dalam bahasa Indonesia, beliau juga menulis dalam bahasa Inggeris. Terdapat beberapa buah cerita pendek yang dihasilkan dalam bahasa Inggeris untuk diterbitkan di Indiana, Bloomington Amerika Syarikat (Wahyudi Siswanto 2005: 3).


Budi Darma juga dikenali sebagai seorang pengarang absurd kerana karya-karya yang dihasilkan membicarakan mengenai sesuatu perkara yang aneh. Hal seumpama inilah yang menyebabkan beliau menjadi seorang tokoh yang unik dalam prosa Indonesia masa kini. Majalah Horison merupakan sebuah majalah yang menerbitkan karya sastera Budi Darma buat kali pertama iaitu pada tahun 1969. Tahun 1970-an merupakan tahun kemuncak bagi penulisan cerpen-cerpen beliau. Kritikus Adinan merupakan sebuah cerpen yang panjang dan memiliki plot cerita yang baik.


MENARA KUDUS





KARYA DAN SUMBANGAN

Bahasa, Sastra dan Budi Darma (2007)

Apa Kata Prof Budi Darma, Phd

Menulis itu sulit, begitu kata Budi Darma. Menurut sastrawan yang juga Gurubesar Sastra ini, kesulitan untuk menulis terutama bersumber pada kurangnya kemampuan seseorang untuk berpikir kritis. Seseorang yang tidak dapat berpikir kritis dengan sendirinya tidak dapat mengidentifikasi dan memilah-milah persoalan dengan baik. Dan bila seseorang tidak mempunyai kemampuan melihat persoalan dengan betul, pikirannya juga tidak mempunyai kelengkapan daya analisa yang baik. Persepsi orang semacam ini dengan sendirinya kabur. Dan kekaburan persepsi merupakan sumber kelemahan seseorang untuk menemukan persoalan yang dapat ditulisnya. "Ketidakmampuan menemukan persoalan menyebabkan seseorang tidak mungkin menulis mengenai persoalan. Milik orang semacam ini terbatas pada kemampuan menceritakan kembali pengalamannya, atau apa yang pernah dilihatnya, didengarnya dan dipelajarinya, "kata Prof Budi Darma.

Apa pula kata Prof Budi Darma tentang Studi Sastra? Menurut dia, di perguruan tinggi Studi Kebahasaan cenderung lebih disukai oleh dosen maupun mahasiswa daripada Studi Sastra. Mengapa demikian? Menurut dia, hakikat Studi Kebahasaan adalah kongsi. Karena itu, Studi Kebahasaan mempunyai formula yang jelas. Masalah-masalah dan penemuan-penemuan dalam Studi Kebahasaan dapat diformulasikan dan diartikulasikan dengan jelas pula.

Sebaliknya, titik berat Studi Sastra adalah penghayatan. Segala sesuatu yang bersifat penghayatan lebih sulit dirumuskan dari pada segala sesuatu yang bersifat kognisi. Karena itu, Studi Sastra kurang mempunyai formulasi yang jelas. Masalah-masalah dan penemuan-penemuan dalam Studi Sastra kurang dapat diformulasikan dan diartikulasikan dengan jelas pula. Akibatnya maka Studi Sastra banyak dianggap kurang ilmiah.

Buku ini memaparkan pandangan-pandangan menarik Prof Budi Darma, PhD tentang bahasa dan sastra. Sebagai referensi, buku ini sangat penting dibaca oleh para akademisi, terutama bidang bahasa dan sastra, guru-guru bahasa, para sastrawan, dan para peminat lainnya.




Kritikus Adinan (2002)


Kritikus Adinan dan sejumlah cerpen lainnya dalam antologi ini adalah serbuan dunia bawah sadar manusia yang demi kepantasan dan tertib sosial selalu dibendung agar tak muncul ke permukaan.
Sebagai pengarang, Budi Darma tanpa ampun menjebol bendungan tersebut; dari sini kemudian mengalir deras kisah-kisah tentang para lunatic yang liar, aneh, amat keji, dingin, dan cenderung antisosial. Kisah-kisahnya menakutkan serupa mimpi buruk. Namun, di sisi lain sering kali tokoh-tokoh Budi Darma menunjukkan sikap dan perilaku yang anggun, tulus, dan jujur.
Dari segi teknik penulisan, gaya bertuturnya sangatlah tangkas, lancar, dan rapi. Karenanya, dunia "jungkir-balik" Budi Darma tetaplah menarik, memukau dan tak pernah membosankan untuk dibaca.
"Budi Darma dapat kita kedepankan sebagai wakil cerpenis mutakhir Indonesia yang berada dalam deretan garda depan."
-Korrie Layun Rampan, 1982




Ny. Talis (1996)



Budi Darma memiliki kedudukan yang menarik dalam sastra Indonesia. Dia adalah seorang pengarang terkemuka dan juga ahli sastra yang berwibawa.
(Darma Putra, Basis XLIV/4, 1995)

Budi Darma sering dianggap pelopor pembaru penulisan prosa modern Indonesia.
(Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, 1986)

Karya-karya Budi Darma memang banyak menokohkan wanita. Ini berkaitan dengan latar belakang keluarga dan pergaulannya.
(Hermien Y. Kleden & Wijayanto, Matra, November 1994)

Budi Darma melahirkan kalimat dan kata-kata dengan bebas, dengan cekatan dan seolah-olah tidak dipikir lagi :ngocor seperti air dari pancuran sawah.
(Satyagraha Hoerip, Horison, XX/6, 1986)

Saya sendiri juga tidak mengerti membaca Budi Darma, tapi toh karyanya menarik. Menarik kerana mendorong kita berpikir jauh tentang maksudnya. Kita mendapatkan jawaban kalau sampai pada simbolisme.
(H.B Jassin, Prisma, XVIII/8,1998)






Harmonium (1995)




Beberapa persoalan takut yang dihidap oleh kesusastraan Indonesia dikupas oleh Budi Darma. Terutama persoalan melodrama dalam novel-novel Indonesia dan posisi seorang kritikus sastra yang dibahas tuntas dalam esei Nirdawat. Kepadatan esei-eseinya terasa bukan hanya menelanjangi karya dan tokoh sastra yang dibahas, tetapi juga mencekam, mengungkung sekaligus membebaskan imajinasi pembacanya.



Rafilus (1988)


Novel ini adalah salah satu dari karya Budi Darma yang sangat banyak dijadikan oleh para penggiat sastra sebagai bahan studi. Dalam novel ini Budi Darma benar-benar meloncat dari batasan-batasan formal yang ada dalam realitas. Tokoh-tokohnya tak terikat ruang-waktu. Imajinasi berkembang dengan sangat liar. Meski terkadang membosankan, karena sang pengarang lebih mementingkan ‘isi’ daripada ‘bentuk’; sehingga dari arsitektonik kata kadang tak menarik. Penulis lebih mementingkan ‘kelebatan pemikiran’ daripada ‘kelebatan peristiwa,’ karenanya tak jarang tiba-tiba kita terkagetkan oleh imajinasi liar sang pengarangnya yang melesat-lesat tak terkendalikan. Pada bahagian akhir cerita terlampir proses kreatif di balik penulisan novel ini. Berdasarkan pengakuan penulisnya semua terjadi begitu saja, mengalir seperti air, “Tahu-tahu, sebuah novel selesai sudah.”

Sejumlah Esai Sastra (1984)


Daftar Isi
1)Pengantar Penerbit
2)Hakekat Esei Sastra: Sebuah Prakata
3)Persoalan Proses Kreatif
4)Beberapa Gejala dalam Penulisan Prosa
5)Moral dalam Sastra
6)Novel Indonesia adalah Dunia Melodrama
7)Potret Manusia Amerika dalam Dua Cerpen
8)Keindahan: Pandangan Romantik
9)Kegelisahan dan Harapan: Sebuah Konsep Periode Victoria
10)Sumber-Sumber Esei

Budi Darma, lahir 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Inggeris Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada dengan menerima Bintang Bhakti Wisuda (1963), memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii, Honolulu, AS (1970-1971), meraih gelar master of Arts dari Indiana University, Bloomington, AS (1976) dan meraih gelar Doctor of Philosophy juga dari Universitas yang sama (1980). Selain itu, ia pernah menjabat jabatan Visiting Research Associate di Universitas Indiana.
Kumpulan cerpen: orang-orang Bloomington diterbitkan Sinar Harapan (1980). Novelnya, Olenka, memenangkan Hadiah Kesenian Jakarta (1980) dan diterbitkan Balai Pustaka (1983). Di samping itu juga, Olenka, terpilih sebagai pemenang Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta tahun 1983, juga pemenang hadiah Sastra Asean 1984. (South East Asean Write Aword 1984).
Budi Darma dikenal kedudukannya yang kuat sebagai pengarang cerpen. Banyak dari karya-karyanya dibicarakan di perguruan tinggi maupun di media massa. Dari kesibukannya sebagai pengarang, ternyata Budi Darma beberapa kali menjabat sebagai Dekan FKSS dan sebagai Ketua Jurusan Bahasa Inggeris IKIP Surabaya.
Saat ini Budi Darma adalah Rektor IKIP Surabaya (1984), juga menjadi dosen luar biasa di Universitas Negeri Jember dan IKIP Malang. Dalam Who's Who in the World, Budi Darma dibicarakan. (N).



Olenka (1983)


Riwayat Hidup
Budi Darma, lahir di Rembang, 25 April 1937. Kedudukannya yang kuat sebagai pengarang cerpen telah menyebabkan karya-karyanya banyak dijadikan bahan seminar, penelitian, maupun thesis di perguruan tinggi. Karya-karyanya juga tidak luput dari pengamatan di forum-forum di luar perguruan tinggi. sampai saat ini Olenka adalah satu-satunya novel Budi Darma, yang ditulisnya ketika dia tinggal di Bloomington, Amerika Serikat. Novel ini menjadi Pemenang Utama Naskah Roman DKI tahun 1980. Dalam novel ini nampak bahwa selama tinggal di Amerika Budi Darma berhasil hidup bersama penduduk setempat, yang memungkinkannya untuk mengungkapkan nilai-nilai yang dihayatinya di sana.
Budi Darma memperoleh gelar Doctorandus dari Universitas Gajah Mada, gelar Master of Arts dari Indiana University, dan gelar Doctor of Philosophy juga dari Indiana University. Pada waktu mencapai gelar Doctorandus di Universitas Gajah Mada, Budi Darma memperoleh bintang Bhakti Wisuda Fakultas Sastra dan kebudayaan. Budi Darma juga pernah belajar di University of Hawaii.
Sudah beberapa kali Budi Darma menjabat sebagai Dekan FKSS dan sebagai Ketua Jurusan Bahasa Inggris IKIP Surabaya. Pada waktu di Indiana University, Budi Darma pernah menjabat sebagai Visiting Research Associate. Selama beberapa periode Budi Darma menjadi anggota Dewan Kesenian Surabaya.
Kecuali menjadi dosen di IKIP Surabaya. Budi Darma juga menjadi dosen luar biasa di Universitas Negeri Jember dan IKIP Malang. Waktunya sehari-hari habis untuk macam-macam urusan di perguruan tinggi dan di lingkungannya, yang menyebabkan Budi Darma tidak sempat banyak menulis. Di samping itu Budi Darma juga sering diundang untuk memberi ceramah dan memimpin diskusi-diskusi sastera.

Kumpulan Esai Solilokui (1983)


Daftar Isi
1)Pengakuan
2)Para Pencipta Tradisi
3)Milik Kita: Sastra Sepintas-lalu
4)Kreativitas
5)Perihal Kedudukan Cerpen
6)Perihal Kritik Sastra
7)Fungsi Jurusan Sastra Indonesia dalam Pengembangan Sastra Indonesia Modern
8)Cerita Amerika Masa Kini
9)Sastra: Sebuah Catatan
10)Kritik Sastra dalam Apresiasi Sastra
11)Tidak Diperlukan Sastra Madya
12)Sebuah Surat untuk Harry Aveling
13)Pemberontak dan Pandai Mendadak
14)Perihal Gendon dan Kawan-kawannya
15)Mula-mula adalah Otak
16)Menulis Sungguh-sungguh dan Menulis Pura-pura
17)Sastra: Merupakan Dunia Jungkir-Balik?

"Sastra: Merupakan Dunia Jungkir-balik?"
Demikian judul salah sebuah esei Budi Darma dalam buku ini. Enam belas esei lain membicarakan: kreativitas, para pencipta tradisi, kritik sastra, apresiasi sastra, cerpen, kebiasaan pengarang Indonesia, jurusan sastra Indonesia, dan hal-hal yang menyangkut sastra.
Sekalipun esei-esei ini ditulis pada waktu yang berlainan (antara tahun 1969 dan 1981), namun kesemuanya memiliki ciri yang sama: ia ditulis dengan gaya yang khas, kritis serta dengan wawasan sastra yang luas.
Sudah barang tentu buku ini amat banyak manfaatnya bagi siapa saja yang menaruh minat pada sastra (termasuk sastra Indonesia), baik bagi para mahasiswa maupun bagi para dosen. Dan siapa yang ingin mengetahui apakah "sastra merupakan dunia jungkir-balik", silakan baca buku ini.



Orang-Orang Bloomington (1980)


Daftar Isi
1)Prakata
2)Laki-laki Tua tanpa Nama
3)Joshua Karabish
4)Keluarga M
5)Orez
6)Yorrick
7)Ny. Elberhart
8)Charles Lebourne

"...tampaknya Budi Darma memperoleh pengetahuan itu bukan sekedar dari buku-buku atau pendekatan ilmu seperti psikologi ataupun sosiologi, melainkan lewat penghayatan langsung di masyarakat dan lingkup budaya Barat itu sendiri; sehingga kita sebagai salah seorang manusia Indonesia merasa berada di lingkungan budaya itu, yaitu budaya asing, Barat. Dan kalau di-Inggriskan, saya yakin kumpulan cerpen ini akan punya pasaran baik di masyarakat luar negeri yang berbahasa Inggris."
-Ikranagara

"...cerpen-cerpen ini terasa terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin terjadi pada diri kita, suatu waktu. Ini mengingatkan saya pada Umar Kayam dalam cerpennya Seribu kunang-kunang di Manhattan, yang dengan bahasa dan gaya sederhana mampu mengikat pembaca. Begitu pula Budi Darma, dengan bahasa dan gaya sederhana ia mampu mengikat serta 'memaksa' pembaca menyelesaikan sampai rampung...".
-Bambang Subendo

ANUGERAH DAN PENGIKTIRAFAN


1)1963-Bintang Bhakti Wisuda Fakultas Sastra dan Kebudayaan, penghargaan bagi mahasiswa terbaik di bidang pendidikan dan pengabdian pada masyarakat
2)1980-Novel Olenka memperoleh Hadiah Pertama Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1980

3)1982/1983-Budi Darma dibicarakan dalam Who's Who in The World

4)1983-Novel Olenka memperoleh Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta sebagai Novel Terbaik 1983

5)1984-Hadiah Sastra dari Balai Pustaka

6)1984-Penghargaan Southeast Asian Write Award dari Pemerintah Thailand atas karyanya Orang-Orang Bloomington

7)1990-Penghargaan dari Walikota Surabaya

8)1993-Penghargaan dari Gubernur Jawa Timur

9)1993-Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia

10)1999-Cerpen "Derabat" menjadi cerpen terbaik pilihan Kompas tahun 1999

11)2001-Cerpen "Mata yang Indah" menjadi cerpen terbaik pilihan Kompas tahun 2001

12)2003-Penghargaan Pengabdian Penulisan Cerpen dari Kompas

13)2003-Penghargaan dari Gubernur Jawa Timur

14)2003-Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI



SIRI KULIAH KESUSASTERAAN BANDINGAN MASTERA



Anatomi Sastra Bandingan merupakan Siri Kuliah Kesusasteraan Bandingan MASTERA 2003. Siri kuliah ini dibentangkan oleh Budi Darma di Dewan Seminar, Menara Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur pada 6 Oktober 2003. Secara keseluruhannya, bahagian A siri kuliah ini cenderung membicarakan mengenai masalah kekangan sumber rujukan dalam konteks sastera bandingan yang sangat terhad meskipun ianya sudah lama bertapak dalam arena kesusasteraan. Sebelum mendalami cabang sastera bandingan, seseorang individu seharusnya mendalami teori prosedur kerja yang dilakukan. Hal seumpama ini dapat dilihat apabila dalam jurnal Comparative Literature, University of Oregon, Eugine, Oregon, Winter 1988, vol. 40 Number 1 menerangkan bahawa semua isi yang dibicarakan dalam kritik sastera turut merangkumi masalah dalam sastera bandingan itu sendiri. Selain itu juga, ia juga turut memerihalkan hubungkait antara sastra bandingan dengan kritik serta teori sastera. Sehubungan itu, penulis berpandangan bahawa sastera bandingan tidak dapat berdiri sendiri tanpa sokongan daripada teori sastera.








MOCHTAR LUBIS





Selain itu, dalam siri kuliah bahagian B pula menerangkan permasalahan umum yang berlaku dalam cabang ilmu sastera sebelum menelusuri kawasan sastera bandingan. Penulis turut mengklasifikasikan cabang ilmu sastera kepada tiga bahagian iaitu teori sastera, kritik sastera dan juga sejarah sastera. Cabang pertama adalah teori sastera iaitu kaedah untuk diterapkan dalam menganalisis karya sastera. Cabang kedua pula merupakan kritik sastera iaitu penerapan kaedah tertentu dalam menganalisis karya sastera. Sebaliknya, cabang ketiga pula ialah sejarah sastera iaitu sejarah perkembangan sastera yang meliputi aliran dalam penulisan karya sastera termasuklah Klasisisme, romantisisme, realisme dan lain-lain dalam sastera barat yang mempunyai pengaruh terhadap nusantara. Justeru, tidak dapat dinafikan bahawa ilmu sastera iaitu teori sastera, kritik sastera dan sejarah sastera mempunyai hubung kait antara satu sama lain. Walau bagaimanapun, tidak dapat dipertikaikan lagi bahawa karya sastera seperti novel, cerpen, drama dan puisi merupakan elemen yang penting kerana tanpa kehadiran karya sastera sebagai tunjang, tidak akan wujudlah teori sastera, kritik sastera ataupun sejarah sastera.







ARENA WATI




Bagi mendalami teori sastera, seseorang dituntut agar mempunyai kemampuan untuk berfikir secara rasional dan tidak seharusnya terlalu di pengaruhi oleh emosi semata-mata. Cabang ilmu sastera dapat dibahagikan kepada lima bahagian iaitu sastera umum, sastera nasional, sastera regional, sastera dunia dan seterusnya sastera bandingan. sastera umum merupakan sastera yang berkaitan dengan gerakan-gerakan antarabangsa sepertimana Poetics dan teori sastera. Misalnya, poetics Aristotles dan teori sastera strukturalisme melebarkan sayapnya ke seluruh dunia. Bagi sastera nasional pula adalah menjurus kepada kewarganegaraan sasterawan tersebut walaupun pengarang itu menggunakan bahasa lain dalam penghasilan karyanya. Hal ini dapat digambarkan apabila sasterawan Singapura menghasilkan karya dalam bahasa Inggeris. Sebaliknya, sastera regional merupakan sastera dari kawasan geografi tertentu yang mencakupi beberapa buah negara sama ada menggunakan bahasa yang sama ataupun berbeza. Misalnya, sastera Asean terdiri daripada sastera negara-negara aggota Asean yang menggunakan bahasa yang berbeza sesuai dengan negara anggota masing-masing. Sastera nusantara pula merangkumi sastera yang memartabatkan bahasa Melayu ataupun Indonesia seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura Melayu. Sastera Dunia pula cenderung terdiri daripada sasterawan yang menghasilkan karya besar ataupun agung serta diiktiraf di persada antarabangsa. Karya Sastera dihasilkan dengan menggunakan bahasa yang baik bagi mencapai matlamat yang diingini untuk mengangkat darjat manusia sebagai makhluk paling mulia. Pemikiran mengenai sastera dunia sangat mempengaruhi konsep sastera bandingan khususnya pada awal kemunculannya. Johann Wolfgang Von Goethe (1749-1832) merupakan seorang sasterawan dan pemikir Jerman. Beliau menganggap bahawa sastera merupakan dunia pemikiran dan disebabkan itulah mendalami serta menguasai sastera sama seperti mempelajari dunia pemikiran. Oleh yang demikian, beliau menganjurkan supaya karya para sasterawan besar diperdalami ataupun diperhalusi dengan sebaik mungkin agar seseorang itu dapat menelusuri dunia pemikiran dengan baik. Bagi penulis pula, setiap karya yang dihasilkan sudah tentu memiliki keistimewaan yang tersendiri bergantung kepada penerimaan khalayak yang terdiri daripada pelbagai latar belakang pendidikan.



Selain itu, terdapat pelbagai tanggapan berbeza yang diberikan oleh para pemikir mengenai sastera bandingan. Misalnya, Goethe cukup menekankan mengenai sastera dunia dan sastera bandingan bagi Goetha merupakan bandingan karya-karya sastera dunia. Goethe hanya memandang kepada nilai estetika sesebuah karya sahaja tetapi tidak melihat unsur pengajaran ataupun semangat kebangsaan yang ditonjolkan dalam karya tersebut manankala Matthew Arnold juga berpendapat bahawa sastera bandingan hanya berhubung dengan kebudayaan kelas tinggi semata-mata. Pandangan Matthew Arnold mempunyai banyak persamaan dengan pandangan Goethe. Pandangan Goethe lebih memfokuskan kepada sastera sedangkan Matthew Arnold lebih memfokuskan pada kebudayaan. Kedua-duanya berpendapat bahawa sastera dan kebudayaan yang bermutu rendah bukan merupakan sastera dalam erti yang sebenarnya. Menurut Raymond William pula ialah kebudayaan merupakan sesuatu perkara yang lumrah dan tidak perlu diagung-agungkan. oleh yang demikian, beliau beranggapan bahawa kawasan sastera bandingan juga akan menjadi semakin luas apabila kelonggaran diberikan.



Pengantar Menuju Aplikasi Sampel I bertemakan tentang kemanusiaan dan kemasyarakatan tetapi sebaliknya Pengantar Menuju Aplikasi Sampel II pula berkisarkan perlawanan terhadap penjajah. Kedua-dua tema ini sudah sinonim dan lebih bersifat menyeluruh tetapi tema kemanusiaan lebih bersifat universal. Jikalau ditelusuri kedua-dua buah cerpen yang dihasilkan oleh Shawal Rajab (Brunei) dan









Azizi Haji Abdullah (Malaysia) menggambarkan sesuatu perkara yang lumrah terjadi dalam kehidupan seharian seperti kemanusiaan. Tema yang ditonjolkan lebih bersifat menyeluruh walaupun kedua-dua pengarang berasal daripada negara yang berbeza.









Bagi sampel B pula, penjajah yang menakluk negara




Malaysia dan Indonesia berbeza kerana Indonesia dijajah oleh Belanda tetapi Malaysia pula dijajah oleh Inggeris. Malahan itu juga, perbezaan antara Malaysia dengan Indonesia ialah Malaysia mempunyai pelbagai bangsa tetapi sebaliknya Indonesia mengamalkan satu bangsa. Sebaliknya, dari sudut geografi pula Indonesia mempunyai keluasan negara yang besar dan penduduk yang padat tetapi Malaysia pula mempunyai keluasan yang kecil. Terdapat juga persamaan antara negara Malaysia dan Indonesia kerana kedua-dua buah negara menggunakan bahasa yang hampir sama iaitu B.Melayu dan Indonesia. Malahan, Malaysia mengamalkan sistem demokrasi manakala Indonesia juga telah mengamalkan sistem demokrasi selepas kejatuhan Suharto iaitu Revolusi 1990-an tetapi sebaliknya sebelum ini mengamalkan Republik Indonesia.






BIBLIOGRAFI

A. Rahim Abdullah. 1995. Pemikiran Sasterawan Nusantara: Suatu Kajian Perbandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Budi Darma.1988. Rafilus. Jakarta: Balai Pustaka.

Hasanuddin W.S & M. Hum. 2004. Ensiklopedia sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Titian Ilmu.

Laelasari S.S & Nurlailah S.S. 2007. Ensiklopedia tokoh sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Nuansa Aulia.

Pamusuk Eneste. 1990. Leksikon Kesusastraan Indonesia Moden. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Puzi Hadi. 1992. “Dari Surabaya dengan Olenka dan Rafilus”.Dewan Sastera 4: 74-77.

S. Jaafar Husin (pngr). 1994. Pengantar Kesusasteraan Bandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sohaimi Abdul Aziz. 2001. Kesusasteraan Bandingan: Perkembangan Pendekatan Praktis. Kuala Lumpur: Utusan Publication & Distributors.

Umar Junus. 1975. “Komunikasi tanpa komunikasi”. Dewan Sastera 8: 501-525.




Thursday, March 25, 2010